Selasa, 18 April 2017

“Faktur Pajak”

ISTILAH UMUM
1.      Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
2.      Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
3.      Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak.
4.      Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak berwujud, ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
5.      Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan yang memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Bendahara Pemerintah, Badan atau instansi pemerintah tersebut.
6.      Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar-menukar barang, tanpa mengubah bentuk dan/atau sifatnya.
7.      Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
8.      Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk dan/atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru atau kegiatan mengolah sumber daya alam, termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.
9.      Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
10.  Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
11.  Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak adalah suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan, penertiban administrasi, pengawasan, dan untuk menguji pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif Pengusaha Kena Pajak.
12.  Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
13.  Kode Aktivasi adalah kode yang berupa karakter yang dapat terdiri dari angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui surat pemberitahuan kode aktivasi.
14.  Password adalah kode yang berupa karakter yang dapat terdiri dari angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui surat elektronik (email).

 JENIS FAKTUR PAJAK
a.      Faktur Pajak Digunggung

Menurut Surat Edaran DJP Nomor SE-98/PJ/2010    :
Faktur Pajak yang dilaporkan secara gunggungan adalah Faktur Pajak yang tidak diisi dengan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2) Undang-Undang KUP.

Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran
Karakteristik Pedagang Eceran dengan aktivitas usaha penjualan secara langsung kepada konsumen akhir dengan jumlah transaksi penyerahan barang yang relatif banyak dengan nilai relatif kecil menyebabkan Pedagang Eceran mengalami kesulitan apabila diperlakukan sama seperti Pengusaha Kena Pajak lainnya dalam pembuatan dan penatausahaan Faktur Pajak.

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 98/PJ/2010
Dalam hal PKP merupakan pedagang eceran, namun PKP tersebut juga melakukan penyerahan yang Faktur Pajaknya :
·         diisi lengkap sesuai dengan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN; dan/atau
·         tidak diisi dengan identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang PPN; danmenggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang strukturnya mengikuti ketentuan dalam peraturan mengenai Faktur Pajak, PKP melaporkan Faktur Pajak dimaksud dalam Formulir 1111 A2 - Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak.

Peraturan DJP Nomor PER-58/PJ/2010
Pengusaha  Kena Pajak Pedagang Eceran yang selanjutnya disebut PKP PE adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut :
a.       melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko dan kios atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
b.      dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
c.       pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual langsung menyerahkan Barang Kena Pajak atau pembeli langsung membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.

-        PKP PE wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak.
-        Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan keterangan 
-        Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan PKP PE.
-        Pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan oleh PKP PE.
-        Kode dan nomor seri Faktur Pajak dapat berupa nomor nota, kode nota, atau ditentukan sendiri oleh PKP PE.

1.    Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh PKP PE paling sedikit harus memuat keterangan :
a.       nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak;
b.      jenis Barang Kena Pajak yang diserahkan;
c.       jumlah Harga Jual yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah;
d.      Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; dan
e.       kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.

2.    Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP PE berupa:
a.  bon kontan,
b.  faktur penjualan,
c.  segi cash register,
d.  karcis,
e.  kuitansi, atau
f.  tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.

3.    Faktur Pajak  dibuat paling sedikit dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut :
-   Lembar ke-1 :          disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak.
-   Lembar ke-2 :          untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak.

l  Faktur Pajak dianggap telah dibuat dalam 2 (dua) rangkap atau lebih dalam hal Faktur Pajak tersebut dibuat dalam 1 (satu) lembar yang terdiri dari 2 (dua) atau lebih bagian atau potongan yang disediakan untuk disobek atau dipotong.

l  Lembar ke-2 Faktur Pajak dapat berupa rekaman Faktur Pajak dalam bentuk media elektronik yaitu sarana penyimpanan data, antara lain: diskette, Digital Data Storage (DDS) atau Digital Audio Tape (DAT) dan Compact Disc (CD).

b.         Faktur Pajak Tidak Digunggung
Surat Edaran DJP Nomor SE-98/PJ/2010
Faktur Pajak yang tidak digunggung adalah Faktur Pajak yang diisikan dalam Formulir 1111 A2 (Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak).
Formulir 1111 A2 memuat :
-        Nama pembeli BKP/ Penerima manfaat BKP Tidak Berwujud/ penerima JKP
-        NPWP/ Nomor paspor
-        Kode dan Nomor seri serta tanggal Faktur pajak/ Dokumen Tertentu/ Nota Retur/ Nota pembatalan.
l  Formatnya baku
l  Diberikan selain kepada konsumen akhir
l  Berbentuk PDF
l  Dibuat menggunakan aplikasi e-Faktur
l  Menggunakan QR code sehingga tidak membutuhkan tandatangan

UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009
SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK
A.   Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
a.penyerahan Barang Kena Pajak
b.penyerahan Jasa Kena Pajak
c.ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
d.ekspor Jasa Kena Pajak
Dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau menyerahkan Jasa Kena Pajak itu wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dan memberikan Faktur Pajak sebagai bukti pungutan pajak. Faktur Pajak tidak perlu dibuat secara khusus atau berbeda dengan faktur penjualan. Faktur Pajak dapat berupa faktur penjualan atau dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak.
Berdasarkan ketentuan di atas , atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan wajib diterbitkan Faktur Pajak.

B.    Faktur Pajak harus dibuat pada:
-        Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; 
-        Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum     penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
-        Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;         atau
-        Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 
Pada prinsipnya Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahan atau pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan. Dalam hal tertentu dimungkinkan saat pembuatan Faktur Pajak tidak sama dengan saat-saat tersebut, misalnya dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah. Oleh karena itu, Menteri Keuangan berwenang untuk mengatur saat lain sebagai saat pembuatan Faktur Pajak.

C.   Dikecualikan dari Ketentuan
Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) satu Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang terjadi selama 1 (satu) bulan kalender kepada pembeli yang sama atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama, yang disebut Faktur Pajak gabungan. Hal tersebut bertujuan untuk meringankan beban administrasi. Faktur Pajak harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan.
Untuk meringankan beban administrasi, Pengusaha Kena Pajak diperkenankan membuat Faktur Pajak gabungan paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak meskipun di dalam bulan penyerahan telah terjadi pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya.
Contoh :
Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pengusaha B pada tanggal 2, 7, 9, 10, 12, 20, 26, 28, 29 dan 30 September 2010. Pada tanggal 28 September 2010 terdapat pembayaran oleh Pengusaha B atas penyerahan tanggal 2 September 2010.  Dalam hal  Pengusaha Kena Pajak  A menerbitkan Faktur Pajak gabungan, Faktur Pajak gabungan dibuat pada tanggal 30 September 2010 yang meliputi seluruh penyerahan yang terjadi pada bulan September.

D. Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a.Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b.Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c.Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d.Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e.Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f.Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g.Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun, keterangan mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah.Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan.

E. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Ketentuan ini diperlukan, antara lain, karena:
a. Faktur penjualan yang digunakan oleh Pengusaha telah dikenal oleh masyarakat luas seperti, kuitansi pembayaran telepon dan tiket pesawat udara;
b. Untuk adanya bukti pungutan pajak harus ada Faktur Pajak, sedangkan pihak yang seharusnya membuat Faktur Pajak, yaitu pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, berada di luar Daerah Pabean, misalnya, dalam hal pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, Surat Setoran Pajak dapat ditetapkan sebagai Faktur Pajak; dan
c. Terdapat dokumen tertentu yang digunakan dalam hal impor atau ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.



PERATURAN DJP NOMOR PER - 33/PJ/2014
Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak 
Berdasarkan Peraturan direktur jenderal pajak nomor per - 33/pj/2014, dokumen yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak adalah:
a.       Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
b.      Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;
c.       Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuatkan/dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak;
d.      Bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunlkasi;
e.       Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill, atau Delivery Bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
f.       Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan;
g.      Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan Iistrik;
h.      Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, untuk ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
i.        Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai  yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor Barang Kena Pajak;
j.        Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
k.      Bukti tagihan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Perusahaan Air Minum;
l.        Bukti tagihan (Trading Confirmation) atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perantara efek; dan
m.    Bukti tagihan atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perbankan;
n.      Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang disertai dengan Risalah Lelang


KODE DAN NOMOR SERI FAKTUR PAJAK (per-24/pj/2012)
Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
A.  Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak.
Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 16 (enam belas) digit, yaitu:
a.       2 (dua) digit pertama adalah Kode Transaksi;
b.      1 (satu) digit berikutnya adalah Kode Status; dan
c.       13 (tiga belas) digit berikutnya adalah Nomor Seri Faktur Pajak.
Sehingga format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak secara keseluruhan menjadi sebagai berikut:

Penulisan Kode dan Nomor Seri pada Faktur Pajak, harus lengkap sesuai dengan banyaknya digit.
Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan akan memberikan nomor seri Faktur Pajak ke PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan dimulai dari Nomor Seri 900-13.00000001 untuk Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 1 April 2013. Untuk tahun 2014 akan dimulai dari nomor seri Faktur Pajak 000- 14.00000001 demikian seterusnya.
Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagai berikut:
010.900-13.00000001, berarti penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPNnya dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), Faktur Pajak Normal (bukan Faktur Pajak Pengganti), dengan nomor seri 900-13.00000001 sesuai dengan nomor seri pemberian dari Direktorat Jenderal Pajak.
011.900-13.00000001, berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/ atau JKP dengan status Faktur Pajak Pengganti. Faktur Pajak Pengganti diterbitkan dengan nomor seri 900-13.00000001 sesuai dengan nomor seri Faktur Pajak yang diganti.
B.  Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak.
1.    Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada Faktur Pajak
a.       Kode Transaksi diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
·         01 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. Kode ini digunakan dalam hal bukan merupakan jenis penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode 04 sampai dengan kode 09. %.
·         02 digunakan untuk penyerahan BKP dan/ atau JKP kepada Pemungut PPN Bendahara Pemerintah yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Bendahara Pemerintah.
·         03 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) .
Pemungut PPN Lainnya selain Bendahara Pemerintah, dalam hal ini adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas, Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, Badan Usaha Milik Negara atau Wajib Pajak lainnya yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN, termasuk perusahaan yang tunduk terhadap Kontrak Karya Pertambangan yang di dalam kontrak tersebut secara lex specialist ditunjuk sebagai Pemungut PPN.
·         04 digunakan untuk penyerahan BKP dan/ atau JKP yang menggunakan DPP Nilai Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/ atau JKP.
·         05 Kode ini tidak digunakan.
·         06 digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai.
Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/ atau JKP selain jenis penyerahan pada kode 01 sampai dengan kode 04 dan penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing), antara lain:
a.    Penyerahan yang menggunakan tarif selain 10%.
b.    Penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh importir hasil tembakau dengan mengacu pada ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan  Nomor  62/KMK.03/ 2002  tentang  Dasar. Penghitungan, Pemungutan dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau.
c.    Penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk, terkait dengan penerbitan Faktur Pajak Khusus.
·         07 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP). Kode ini digunakan atas Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP), berdasarkan peraturan khusus yang berlaku, antara lain:
a.    Ketentuan yang mengatur mengenai Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri.X
b.    Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan bagi Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) Dan Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat (KB).
c.    Ketentuan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat.
d.   Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.
e.    Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Penerbangan Internasional.
f.     Ketentuan yang mengatur mengenai Toko Bebas Bea.
g.    Ketentuan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Penyerahan Bahan Bakar Nabati Di Dalam Negeri.
h.    Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai Serta Pengawasan Atas dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta Berada Di Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
i.      Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/ atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/ atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas.
j.      Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
·           08 digunakan untuk penyerahan BKP dan/ atau JKP yang mendapat fasilitas Dibebaskan dari pengenaan PPN.
Kode ini digunakan atas penyerahan yang mendapat fasilita.s dibebaskan dari pengenaan PPN, berdasarkan peraturan khusu.s yang berlaku antara lain:
a.    Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/ atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/ atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
b.    Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
c.    Ketentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan/ atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya
·           09 digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP.

b.      Penyerahan yang menggunakan Kode Transaksi '01' adalah penyerahan yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/ atau JKP yang jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori:
1)      penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain (Kode 04);
2)      penyerahan lainnya dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) (Kode 06); dan/atau
3)      penyerahan Aktiva Pasal 16D (Kode 09).

c.       Penyerahan yang menggunakan Kode Transaksi '02' atau '03' adalah penyerahan kepada Pemungut PPN yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN, termasuk atas penyerahan dalam kategori:
1)      penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain (Kode 04);
2)      penyerahan lainnya dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) (Kode 06); dan/atau
3)      penyerahan-Aktiva Pasal 16D (Kode 09).
d.      Dalam hal atas penyerahan kepada Pemungut PPN, PPN yang terutang dikecualikan dari pemungutan oleh Pemungut PPN, maka kode transaksi yang digunakan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir b di atas.
e.       Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN tetap menggunakan Kode Transaksi '07' atau '08', termasuk penyerahan kepada Pemungut PPN.

2.    Tata Cara Penggunaan Kode Status pada Faktur Pajak
a.    Kode Status, diisi dengan ketentuan sebagai berikut: 1) 0 (nol) untuk status normal; 2) 1 (satu) untuk status penggantian.
b.    Dalam hal diterbitkan Faktur Pajak pengganti ke-2, ke-3, dan seterusnya, maka Kode Status yang digunakan Kode Status '1'.

3.    Tata Cara Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak
a.    Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 (sebelas) digit nomor urut yang dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan.
b.    Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam bentuk blok nomor dengan jumlah sesuai permintaan PKP.
Contoh:
PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa: - 900.13.00000001 s.d. 900.13.00000100; - 900.13.99999901 s.d. 901.13.00000000; - 900.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya.
c.    Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak.
PENANDATANGANAN FAKTUR PAJAK (Pasal 13 PER - 24/PJ/2012)
1)      Nama yang berhak menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g harus diisi sesuai dengan kartu identitas yang sah, yaitu Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau Paspor, yang berlaku pada saat Faktur Pajak ditandatangani.
2)      PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama PKP atau pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya, dengan melampirkan fotokopi kartu identitas pejabat/pegawai penandatangan Faktur Pajak yang sah yang telah dilegalisasi pejabat yang berwenang kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai tersebut mulai melakukan penandatanganan Faktur Pajak, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VA yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
3)      PKP dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) orang pejabat/pegawai untuk menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
4)      Dalam hal terjadi perubahan pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas perubahan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai pengganti mulai menandatangani Faktur Pajak, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
5)      Dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang, maka pejabat/pegawai yang telah ditunjuk di tempat-tempat kegiatan usaha sebelum pemusatan masih dapat menandatangani Faktur Pajak yang diterbitkan setelah pemusatan yang dicetak di tempat-tempat kegiatan usaha masing-masing.
6)      Dalam hal PKP tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), maka Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
FAKTUR PAJAK CACAT, FAKTUR PAJAK PENGGANTI, FAKTUR PAJAK HILANG, FAKTUR PAJAK BATAL
Pasal 15 (PER - 24/PJ/2012)
A. Faktur Pajak Cacat
Kriteria Faktur Pajak Cacat sebagai berikut:
-        Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
-        PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda atau Nomor Seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap.
-        Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
-        Dalam hal PKP tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), maka Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.

B.     Faktur Pajak Pengganti
Atas Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti yang tata caranya diatur sebagai berikut:
a.       Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak atau atas kemauan sendiri, Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat Faktur Pajak Pengganti terhadap Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan.
b.      Pembetulan Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan tidak diperkenankan dengan cara menghapus, atau mencoret, atau dengan cara lain, selain dengan cara membuat Faktur Pajak Pengganti.
c.       Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Pengganti dilaksanakan seperti penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak yang biasa sesuai dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak.
d.      Faktur Pajak Pengganti diisi berdasarkan keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan tersebut.
e.       Faktur Pajak Pengganti tetap menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang sama dengan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti. Sedangkan tanggal Faktur Pajak Pengganti diisi dengan tanggal pada saat Faktur Pajak Pengganti dibuat.
f.       Pada Faktur Pajak Pengganti, dibubuhkan cap yang mencantumkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak serta tanggal Faktur Pajak yang diganti. Pengusaha Kena Pajak dapat membuat cap tersebut seperti contoh berikut. Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak yang diganti dapat diisi dengan cara manual.
Faktur Pajak yang diganti :
Kode dan Nomor Seri :.......................
Tanggal :.............................................
g.      Penerbitan Faktur Pajak Pengganti mengakibatkan adanya kewajiban untuk membetulkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan Faktur Pajak tersebut.
h.      Faktur Pajak Pengganti dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang dilakukan penggantian dengan mencantumkan nilai dan/atau keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya setelah penggantian.
i.        Pelaporan Faktur Pajak Pengganti pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai harus mencantumkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti pada kolom yang telah ditentukan.
Penerbitan Faktur Pajak pengganti dapat dilakukan sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan masih dapat dilakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

B.       Faktur Pajak Hilang
Atas Faktur Pajak yang hilang, baik PKP yang menerbitkan maupun pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari arsip Faktur Pajak yang tata caranya sebagai berikut:
1. Pengusaha Kena Pajak Penjual atau Pemberi Jasa Kena Pajak
a.       Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dapat mengajukan permohonan tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak yang hilang kepada Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan dan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
b.      Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak membuat copy dari arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak, untuk dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
Copy dibuat dalam rangkap 2 (dua), yaitu :
- Lembar ke-1 : diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak melalui Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak.
- Lembar ke-2 : arsip Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.
c.       Legalisasi diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak tersebut.
d.      Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah dilaporkan sebagai Pajak Keluaran.

2. Pengusaha Kena Pajak Pembeli atau Penerima Jasa Kena Pajak
a.       Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dapat mengajukan permohonan tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak yang hilang kepada Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan dan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
b.      Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat copy dari arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak, untuk dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan. Copy dibuat dalam rangkap 2 (dua), yaitu:
-      Lembar ke-1 : diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak melalui Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak.
-   Lembar ke-2 : arsip Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.
c.       Legalisasi diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak tersebut.
d.      Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

A.                Faktur Pajak Batal
Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur Pajak yangtata caranya sebagai berikut:
a.       Pembatalan transaksi harus didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan bahwa telah terjadi pembatalan transaksi. Bukti dapat berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain yang menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi.
b.      Faktur Pajak yang dibatalkan harus tetap diadministrasi (disimpan) oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut.
c.       Pengusaha Kena Pajak Penjual yang membatalkan Faktur Pajak harus mengirimkan surat pemberitahuan dan copy dari Faktur Pajak yang dibatalkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Penjual dikukuhkan dan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Pembeli dikukuhkan.
d.      Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual belum melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan di dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, maka Pengusaha Kena Pajak penjual harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
e.       Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual telah melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak Keluaran, maka Pengusaha Kena Pajak penjual harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak yang bersangkutan, dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
f.       Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pembeli telah melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam Surat  Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak Masukan, maka Pengusaha Kena Pajak Pembeli harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak yang bersangkutan, dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.

Pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dapat dilakukan sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan, belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau PKP belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi. Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang telah melakukan pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Pertambahan Nilai pada Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan oleh PKP Penjual, harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan, sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan, belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau PKP belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi.


 PAJAK MASUKAN TIDAK DAPAT DIKREDITKAN
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang PPN, sehingga Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang tidak terutang PPN merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Selain itu Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak yang diterbitkan setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat juga merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Jenis Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan lainnya adalah :
  1. Pajak Masukan yang diatur di Pasal 9 ayat (8) UU PPN
  2. Pajak Masukan terkait penyerahan Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak yang mendapat fasilitas PPN dibebaskan.
  3. Pajak Masukan terkait dengan penyerahan tertentu dengan DPP Nilai Lain

Pajak Masukan pada dasarnya dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran.
Akan tetapi, untuk pengeluaran yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) ini, Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan Pasal 9 ayat (8) yaitu :
  1. perolehan BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP);
  2. perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
  3. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
  4. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
  5. dihapus;
  6. perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) UU PPN atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP atau penerima JKP;
  7. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) UU PPN.
  8. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
  9. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
  10. perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2a) UU PPN.
Pajak masukan terkait penyerahan Barang Kena Pajak / jasa Kena Pajak yang mendapat fasilitas PPN dibebaskan meliputi:
Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
a. mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, tidak termasuk suku cadang;
b. barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun budidaya, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;
c. jangat dan kulit mentah yang tidak disamak;
d. ternak yang kriteria dan/atau rinciannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;
e. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan;
f.  pakan ternak tidak termasuk pakan hewan kesayangan;
g. pakan ikan;
h. bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau rincian bahan pakan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan dan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;
i.  bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk perak batangan; dan
j.  unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik yang perolehannya dibiayai melalui kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah bersubsidi yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
·         luas untuk setiap hunian paling sedikit 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi);
·         pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
·         merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang rumah susun; dan
·         batasan terkait harga jual unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik dan penghasilan bagi orang pribadi yang memperoleh unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
k.   listrik, kecuali untuk rumah dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) Voltase Amper.
  
Penyerahan tertentu dengan DPP Nilai Lain yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan adalah DPP Nilai Lain:
  1. Jasa biro perjalanan atau jasa biro wisata
2.      Jasa pengiriman paket
  1. Penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding)
  2. Penyerahan emas perhiasan dan jasa terkait.


KASUS DAN PEMBAHASAN
Permasalahan faktur pajak fiktif sebenarnya sudah bukan hal yang baru walau tetap menjadi salah satu sorotan utama atas permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan faktur pajak fiktif yang melibatkan oknum petugas pajak, wajib pajak, dan pihak-pihak lainnya telah berhasil diungkap oleh DJP dengan melibatkan pihak aparat hukum yang berwenang. Walaupun beberapa oknum yang berkaitan dengan faktur pajak fiktif tersebut telah dijatuhi hukuman, ternyata efek jera yang ditimbulkan tidak begitu berpengaruh, dengan kata lain permasalahan tersebut masih dapat muncul setiap saat.
Tersangka faktur pajak fiktif, diduga melanggar Pasal 39A huruf a jo Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 tahun 2009 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman hukuman yang dikenakan kepada tersangka adalah pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama enam tahun serta denda paling sedikit dua kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan bukti setoran pajak dan paling banyak enam kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan setoran pajak.
Dalam rangka meningkatkan langkah antisipatif untuk menanggulangi terjadinya kasus penggunaan faktur pajak fiktif, maka perlu kiranya pihak DJP meningkatkan pengendalian internal terhadap permasalahan tersebut dengan langkah-langkah antara lain sebagai berikut:
1.      Memberikan penegasan kembali tentang pentingnya melakukan langkah-langkah pengamanan berkaitan dengan faktur pajak fiktif dan klarifikasi/konfirmasi PK-PM
2.      Pengawasan (klarifikasi) terhadap PK-PM hendaknya dilakukan secara periodik dan tidak hanya pada saat melakukan pemeriksaan. Bila dijumpai adanya kejanggalan dapat segera diambil langkah-langkah pencegahan terjadinya penyimpangan lebih lanjut.
3.      Dalam hal permintaan klarifikasi dari KPP tempat PKP Penjual terdaftar belum dijawab, maka aparat pemeriksa pajak membuat “Berita Acara Pelaksanaan PengujianArus Kas dan Arus Barang atas Faktur Pajak yang Dimintakan Klarifikasi”, dilengkapi dengan Kertas Kerja Pemeriksaan beserta dokumen-dokumen yang mendukung hasil pengujian tersebut, seperti rekening koran, bukti penerimaan barang, voucher, kartu gudang, atau dokumen terkait lainnya.

4.      Lebih meningkatkan pengendalian terhadap data PK-PM dengan melakukan pembatasan terhadap pejabat yang dapat mengakses menu dan petugas yang melakukan peng-input-an maupun penggunaan, disertai dengan peningkatan pengawasan atasan langsung sehingga dapat mencegah terjadinya pengubahan data oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Kegiatan Membangun Sendiri oleh PKP dan Bukan PKP, e-Faktur, dan e-SPT PPN”

KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI OLEH PKP/ BUKAN PKP Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri Kegiatan Membangun Send...